
Pola buket merupakan pola yang menjadikan tumbuhan atau bunga sebagai ornamen atau ornamen yang disusun memanjang dengan lebar kain. Kata buket sendiri berasal dari French bouquet yang artinya karangan bunga. Pola ini mudah dikenali karena pola pada batik ini menggambarkan bunga, kupu-kupu, burung, bangau dan tumbuhan penghisap seperti tumbuhan yang tumbuh di Eropa. Gambar-gambar tersebut disusun dalam rangkaian yang indah, dengan warna-warna yang indah. Motif batik karangan bunga ini berkembang di daerah pesisir Jawa pada abad ke-19. Seiring dengan pengaruh Eropa pada masa penjajahan, khususnya di Belanda. Lebih lanjut, motif buket batik terbaru ini juga dipengaruhi oleh keberadaan pedagang dan pengusaha batik Tionghoa di masa lalu.
Sejarah model buketan
Mereka mengaplikasikan dekorasi bunga pada era Batik Belanda yang dimulai pada tahun 1840 dan dipimpin oleh Caroline Josephine Van Franquemont dan Catherina Carolina Van Oosterom. Awalnya, batik Belanda tidak menonjolkan pola buket. Namun seiring dengan perkembangan corak, batik Belanda juga menampilkan ragam ragam hias dan karangan bunga yang indah dengan warna-warna cerah, serasi, sering dipadukan dengan background isen untuk dekorasi keraton tradisional seperti galaran, gringsing dan batik. sangat halus (lebih halus dari batik istana). Setelah bahan kimia masuk ke Jawa, batik Belanda yang awalnya hanya menampilkan dua warna mulai menampilkan warna yang beragam sehingga tampak lebih indah dan halus.
Batik Van Zuylen sangat populer sehingga pengusaha Tionghoa menengah, yang awalnya menerapkan pola dengan dekorasi mitologi Tionghoa dan keramik Tionghoa, mulai membatik setelah tahun 1910 seperti dijelaskan di atas. Pengusaha ini antara lain Lock Tjan dari Tegal, Oey-Soe-Tjoen dari Kedungwuni, dan Ibu Tan-Ting-Hu yang mulai membatik dengan format pagi-malam pada tahun 1925. Selanjutnya di desa Kwijan (kediaman Bupati Pekalongan Tan-Kwi-Jan), ada juga dua pengusaha batik terkenal asal China, yaitu Tjoa-Sing-Kwat dan Mook-Bing-Liat.
Maraknya pengusaha kelas menengah Tionghoa di Pekalongan yang memproduksi batik dengan motif buket ternyata mampu memberi nilai tambah pada seni batik dan bukan hanya sebagai komoditas. Selain peningkatan volume produksi, batik pengusaha Tionghoa juga memiliki nilai seni yang tinggi dan bisa dibandingkan dengan pelukis di Eropa (Belanda), khususnya batik yang memiliki motif dan dekorasi mistis Tionghoa. Namun, batik yang ditanam oleh pengusaha pribumi tetap tidak berubah karena batik hanya dianggap sebagai kerajinan atau kerajinan. Oleh karena itu, batik dibiarkan apa adanya karena dianggap sebagai milik pasar. Hal inilah yang membedakan dua kelompok pengusaha yaitu Tionghoa dan pribumi dalam pengelolaan industri batik. Persaingan antar pengusaha batik Cina dalam industri batik telah menimbulkan berbagai ketegangan yang berujung pada konflik yang sangat mengkhawatirkan.